Wednesday, December 9, 2015

Merawat Jejak Wayang Sasak

Seperangkat alat musik tampak tertata rapi di sebuah ruangan bekas gudang. Ada gamelan, gending, semprong serta alat musik lain yang biasa digunakan mengiringi pementasan wayang.
Sejumlah wayang kulit terlihat masih menancap di batang pohon pisang yang terlihat sudah menua dimakan usia.
Tak ada yang istimewa dari bekas gudang yang disulap menjadi ruang kelas ini. Kecuali, ukiran kayu yang diletakkan di antara pintu dan jendela. Salah satu dinding ruangan sengaja dibuka agar tembus ke halaman samping yang digunakan untuk latihan menari.

Bangunan ala kadarnya yang terletak di Desa Sesela, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini merupakan Sekolah Pedalangan Wayang Sasak. Sekolah ini didirikan oleh sejumlah orang yang prihatin dengan keberadaan Wayang Sasak yang nyaris punah tergerus zaman.

Sementara itu, jumlah dalang yang bisa memainkan wayang khas Lombok ini terus menyusut. Berdasarkan data Dinas Pariwisata NTB, saat ini jumlah dalang yang tersisa tak lebih dari 40 orang. Dari jumlah tersebut, hanya 13 orang yang aktif, itu pun usia mereka telah lanjut.

Wayang Sasak datang bersamaan dengan masuknya ajaran Islam di Lombok, diperkirakan sekitar abad 16. Melalui wayang, rakyat berkenalan dengan peradaban yang lebih baik dan tata cara bermasyarakat yang luhur.
Muhaimi (53), salah seorang pendiri sekolah ini mengatakan, di Desa Sesela pernah ada sejumlah dalang. Namun, dalang terakhir pentas 15 tahun silam. Saat ini, anak-anak muda nyaris tak pernah lagi menonton pertunjukan wayang.

“Kami prihatin. Beberapa budaya itu sudah banyak ditinggalkan masyarakat, sehingga kami takut nantinya akan ketinggalan jejak,”

SUMBER : http://m.news.viva.co.id/news/read/652953-merawat-jejak-wayang-sasak

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls