Thursday, December 3, 2015

Wayang Kulit sebagai Media Penyebaran Islam


Kata wayang (bahasa Jawa), bervariasi dengan
kata bayang, yang berarti bayang-bayang atau
bayangan. Wayang waktu itu berarti
mempertunjukkan bayangan yang selanjutnya
menjadi seni pentas bayang-bayang atau
wayang. 1)
Wayang kulit adalah salah satu jenis wayang
yang ada di Indonesia, yang berarti gambar atau
tiruan orang dan sebagainya yang terbuat dari
kulit, kayu dan lain-lain untuk mempertunjukkan
suatu lakon.

Wayang kulit dalam bentuk aslinya dipergunakan
untuk upacara agama. Pada abad ke-11 sudah
mulai populer di kalangan rakyat. Sejak tahun
1058, bahkan sejak tahun 778 atau lebih tua lagi,
sudah ada wayang atau ringgit. Angka tahun
1058 disalin oleh Brandes berdasarkan angka
tahun dalam prasasti di Bali yang memberikan
bukti adanya pertunjukan wayang. 2)
Pada periode penyebaran agama Islam di Jawa,
para muballigh (wali songo) dalam menjalankan
dakwah Islam telah memakai alat berupa
wayang kulit. Salah seorang wali songo yang
piawai memainkan wayang kulit sebagai media
penyebaran Islam adalah Sunan Kalijaga.
Mengingat cerita itu sarat dengan unsur Hindu-
Budha, maka Sunan Kalijaga berusaha
memasukkan unsur-unsur Islam dalam
pewayangan. Ajaran-ajaran dan jiwa keIslaman
itu dimasukkan sedikit demi sedikit. Bahkan
lakon atau kisah dalam pewayangan tetap
mengambil cerita Pandawa dan Kurawa yang
mengandung ajaran kebaikan dan keburukan.
Nyoman S. Pendit mengemukakan bahwa:
“Demikianlah dalam kepercayaan Hindu, epos
Mahabharata juga dikenal sebagai kitab Weda
yang ke-V (Rigweda ke-I, Samawda ke-II,
Yayurweda ke-III, dan Atharwaweda ke-IV),
lebih-lebih karena mengandung Bhagawadgita,
yang dipandang sebagai Al-Qur’an atau kitab
Injilnya penganut agama Hindu, …. 3)
Kondisi inilah yang mendorong para muballigh
merombak bentuk wayang kulit dan memasukkan
unsur baru berupa ajaran Islam dengan membuat
“Pakem Pewayangan Baru”nsur baru berupa
ajaran Islam dengan membuat “Pakem
Pewayangan Baru” yang bernafaskan Islam,
seperti cerita Jimat Kalimasodo, atau dengan
cara menyelipkan ajaran Islam dalam pakem
pewayangan yang asli. Dengan demikian
masyarakat yang menonton wayang dapat
menerima langsung ajaran Islam dengan sukarela
dan mudah. 4)
Menurut adat kebiasaan, setiap tahun diadakan
perayaan Maulid Nabi di serambi Masjid Demak
yang diramaikan dengan rebana (terbangan),
gamelan dan pertunjukan wayang kulit. Untuk
menarik rakyat, di serambi dihiasi beraneka
ragam hiasan bunga-bungaan yang indah.
Untuk mengumpulkan masyarakat di sekitar,
pertama-tama ditabuhlah gong bertalu-talu yang
suaranya kedengaran dimana-mana. Kebiasaan
masyarakat Jawa pada masa itu apabila
mendengar bunyi-bunyian, mereka pun
berdatangan. Mereka masuk melalui gapura yang
dijaga para wali. Kepada mereka dikatakan
bahwa siapa saja yang mau lewat gapura
dosanya akan diampuni sebab dia telah masuk
Islam. Dengan catatan bahwa orang yang
memasuki gapura harus membaca syahadat.
Setelah mengambil air wudhu di sebelah kiri
kolam, mereka dibolehkan masuk masjid untuk
mendengarkan cerita-cerita wayang gubahan
para wali yang bernafaskan nilai-nilai keIslaman.
Bila waktu shalat tiba, mereka diajak shalat
dipimpin oleh wali. 5)
Dalam pertunjukan wayang, dalang mempunyai
peranan paling utama sehingga mereka harus
menguasai teknik perkeliran (pertunjukan
wayang kulit) dengan baik di bidang seni sastra,
seni karuwitan, seni menggerakkan boneka-
boneka wayang kulitnya, maupun penjiwaan
karakter wayang serta harus terampil dalam
membawakan lakon-lakon. 6)
Dalang sebagai juru dakwah harus mampu
melaksanakan tugasnya dalam memberi
penerangan agama. Untuk melaksanakan tujuan
dakwah melalui pewayangan dan agar mudah
diterima oleh masyarakat, maka para muballigh
menggunakan simbol atau filsafat.
Wayang kulit penuh dengan simbolik. Dalam
pertunjukannya menggambarkan perjalanan
hidup manusia, yakni manusia yang mencari
keinsyafan akan sangkan-parannya, bukan
manusia yang hanya hidup dan tidak mati.7)
Gambaran yang jelas dapat dilihat dari struktur
lakon yang dibawakan oleh dalang yakni
menceriterakan perjalanan hidup salah satu
tokoh pewayangan.
Pada cerita “Jimat Kalimosodo”, bahwa Jimat
Kalimosodo adalah senjata ampuh milik Prabu
Darmokusumo (Yudistira). Dalam cerita
dilukiskan Puntadewa sebagai seorang raja yang
berbudi pekerti luhur sebagai manifestasi kalimat
syahadat yang selamanya mengilhami kearifan
dan keadilan. Jimat ini dimiliki oleh keluarga
yang baik, seperti keluarga Pandawa. Istilah
Pandawa Lima sering diartikan sebagai rukun
Islam yang lima.
Salah satu perlengkapan wayang yang disebut
Gunungan atau Kayon memiliki makna simbolis.
Kayon menyerupai bentuk masjid, apabila dibalik
akan menyerupai jantung manusia. Hal ini
mengandung falsafah bahwa dalam kehidupan
umat Islam, jantung hatinya harus senantiasa
berada di masjid.
Kreativitas para wali memanfaatkan budaya
setempat sebagai media penyebaran Islam yang
efektif tersebut, telah mempercepat pertumbuhan
dan perkembangan Islam di Jawa. Selain itu para
wali juga berjasa dalam mempopulerkan seni
wayang sebagai bentuk kesenian pentas yang
merupakan salah satu kekayaan budaya
Indonesia yang telah berakar jauh ke masa lalu
dan cukup banyak mengalami pertumbuhan dan
penyempurnaan dari masa ke masa.

SUMBER : https://www.facebook.com/gatoel.akhmad/posts/868057813233546

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls