Seperangkat alat musik tampak tertata rapi di sebuah ruangan bekas
gudang. Ada gamelan, gending, semprong serta alat musik lain yang biasa
digunakan mengiringi pementasan wayang.
Sejumlah wayang kulit terlihat masih menancap di batang pohon pisang yang terlihat sudah menua dimakan usia.
Tak
ada yang istimewa dari bekas gudang yang disulap menjadi ruang kelas
ini. Kecuali, ukiran kayu yang diletakkan di antara pintu dan jendela.
Salah satu dinding ruangan sengaja dibuka agar tembus ke halaman samping
yang digunakan untuk latihan menari.
Bangunan ala kadarnya yang
terletak di Desa Sesela, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat,
Nusa Tenggara Barat (NTB) ini merupakan Sekolah Pedalangan Wayang Sasak.
Sekolah ini didirikan oleh sejumlah orang yang prihatin dengan
keberadaan Wayang Sasak yang nyaris punah tergerus zaman.
Sementara
itu, jumlah dalang yang bisa memainkan wayang khas Lombok ini terus
menyusut. Berdasarkan data Dinas Pariwisata NTB, saat ini jumlah dalang
yang tersisa tak lebih dari 40 orang. Dari jumlah tersebut, hanya 13
orang yang aktif, itu pun usia mereka telah lanjut.
Wayang Sasak
datang bersamaan dengan masuknya ajaran Islam di Lombok, diperkirakan
sekitar abad 16. Melalui wayang, rakyat berkenalan dengan peradaban yang
lebih baik dan tata cara bermasyarakat yang luhur.
Muhaimi (53), salah seorang pendiri sekolah ini mengatakan, di Desa
Sesela pernah ada sejumlah dalang. Namun, dalang terakhir pentas 15
tahun silam. Saat ini, anak-anak muda nyaris tak pernah lagi menonton
pertunjukan wayang.
“Kami prihatin. Beberapa budaya itu sudah
banyak ditinggalkan masyarakat, sehingga kami takut nantinya akan
ketinggalan jejak,”
SUMBER : http://m.news.viva.co.id/news/read/652953-merawat-jejak-wayang-sasak
Ujian Online tanpa database
-
Semangat pagi gan. Mimin akan membagikan coding untuk "Ujian Online tanpa
database" bisa digunakan untuk melakukan ulangan harian atau latihan soal
bagi ...
8 years ago
0 comments:
Post a Comment